galeri - tetesan air mata

Kamis, 30 Desember 2010

koperasian Indonesia sebagai ekonomi kerakyatan bangsa

Pada Era Orde Baru, Ekonomi kerakyatan tidak banyak dipergunakan oleh masyarakat. Karena apa? Pemerintah pada saat itu telah memelintirkan Ekonomi Kerakyatan sebagai Paham Komunisme yang patut diwaspadai. Dan masyarakat sendiri hanya bisa menurut dengan kebijakan pemerintah pada saat. Tetapi setelah Reformasi bergulir, pada tahun 1998, maka Masyarakat mulai sadar, bahwasannya Pola Ekonomi yang digulirkan oleh Pemerintahan Orde Baru sangat tidak berpihak kepada kepentingan Rakyat, tetapi hanya berpihak kepada Para Pemodal Besar yang memiliki dasar Ekonomi Kapitalis.
Reformasi 1998 menyadarkan negeri ini bahwa pola ekonomi Orde Baru salah karena tidak berbasis untuk kepentingan rakyat dan berpihak pada kepentingan pemilik modal yang berselingkuh dengan pemerintah. Oleh karena itu, lahirlah gerakan ekonomi kerakyatan yang lahir dari sub Ekonomi Pancasila menekankan pada sila ke-4 yang kenyataannya dilanggar.
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh – sungguh pada ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan ditujukan pada ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan sampai hari ini langganan terpinggirkan.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi yang adil secara sosial adalah memiliki kedaulatan politik, mampu berdiri sendiri di bidang ekonomi, dan memilki kepribadian secara budaya.
Pembangunan Ekonomi yang didasari prinsip keadilan sosial mencakup: peningkatan partisipasi rakyat dengan otonomi daerah yang penuh dan bertanggung jawab, semangat nasionalisme melakukan perlawanan terhadap bentuk ketidak adilan ekonomi, melakukan pembangunan yang disiplin dan mengedepankan multikultur., menghindari terjadinya disintegrasi, penegakan hak asasi manusia (HAM), reformasi pendidikan dan pengajaran ilmu ekonomi dan sosial baik di sekolah – sekolah dan perguruan tinggi. Prinsip keadilan, merupakan nilai yang mesti menemani berjalannya bangsa ini menuju Indonesia yang sejahtera.
Konsep negara yang demokratis harus terus dipertahankan.
Strategi pembangunan ekonomi rakyat adalah strategi menjalankan demokrasi ekonomi yang dijalankan oleh anggota masyarakat. Kesejahteraan rakyat paling diprioritaskan dari pada kesejahteraan Individu. Tidak ada lagi alasan terjadinya kemiskinan di negeri ini seharusnya setiap kebijakan dan program pembangunan memberikan manfaat pada masyarakat yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Jadilah pembangunan generasi masa depan bersama menghasilkan garansi sosial bagi masyarakat yang sangat miskin dan tertinggal.
Salah satunya adalah pembangunan Koperasi yang diolah sendiri oleh masyarakat. Merencanakan dan membangun dengan prinsip membangun tanpa menggusur dan mengembangkan industri kecil
Pada tahun 1908, koperasi digunakan sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat yang seiring dengan berdirinya Budi Utomo. Perjalanan panjang dunia perkoperasian di Indonesia sejak tanggal 12 Juli 1947 merupakan tonggak sejarah dalam membangun dunia perekonomian yang berbasiskan ekonomi kerakyatan.

Pemerintah Indonesia harus memiliki tekad yang kuat dalam mempertahankan dunia perkoperasian sebagai soko guru perekonomian. Karena koperasi mampu memajukan masyarakat ke depannya. Jika pemerintah kalang kabut dalam menghandle efek – efek dari koperasi, maka dunia perekonomian yang berbasiskan pada ekonomi kerakyatan akan segera hancur.
Koperasi memiliki peran yang strategis dalam membangun perekonomian bangsa. Oleh karena itu, sudah selayaknya dunia perkoperasian harus segera diberikan penyegaran.
Globalisasi adalah nafsu serakah dari sebuah sistem Ekonomi kapitalisme – liberal yang tidak boleh dibiarkan dan wajib untuk dilawan dengan kekuatan ekonomi kerakyatan. Masa depan rakyat harus terus diperjuangkan. Perubahan nasib harus dengan usaha. Seluruh elemen negeri harus menyatukan diri dalam satu barisan agar terwujudnya rasa sadar secara menyeluruh untuk terwujudnya keadilan sosial dan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya di bidang ekonomi dan politik.

Rabu, 15 Desember 2010

Tulisanku

SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA
Koperasi pertama kali dicetuskan oleh Rochdale dari inggris, pada tanggal 21 Desember 1944. Sedangkan di Indonesia, koperasi dirintis oleh R. Ariswiriatmadja, seorang patih dari Purwokerto, pada tahun 1891, dalam bentuk usaha simpan pinjam. Tujuan utamanya pada waktu itu adalah untuk membebaskan pegawai pemerintah dari cengkeraman lintah darat.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 33 ayat 1, koperasi dinyatakan sebagai bentuk usaha yang paling sesuai untuk Indonesia. Kongres Koperasi I diadakan pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan menjadi Hari Koperasi Indonesia. Pada kongres II di Bandung pada tahun 1950, Bung Hatta dinobatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia dan pada tanggal 9 Februari 1970 dibentuklahDewan Koperasi Indonesia yang disingkat Dekopin.
1. Pengertian Koperasi
Secara etimologis, koperasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Cooperation. Co berarti bersama-sama, sedangkan operation berarti usaha untuk mencapai tujuan. Jadi koperasi dapat diartikan sebagai usaha bersama untuk mencapai tujuan. Usaha yang dimaksud adalah usaha bersama di bidang ekonomi, sedangkan yang dimaksud mencapai suatu tujuan adalah untuk mencapai atau meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Pengertian ini senada dengan penjelasan UU. No 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian, yang menyatakan koperasi adalah kumpulan dari orang-orang yang secara bersama-sama bergotong royong berdasarkan persamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat.
Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dinyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi ysng berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berdasarkan penjelasan di atas, koperasi di Indonesia pada dasarnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Koperasi adalah kumpulan orang dan bukan kumpulan modal. Artinya, koperasi mengabdi dan menyejahterakan anggotanya.
2) Semua kegiatan di dalam koperasi dilaksanakan dengan bekerja sama dan bergotong royong berdasarkan persamaan derajat, hak, dan kewajiban anggotanya yang berarti koperasi merupakan wadah ekonomi dan sosial.
3) Segala kegiatan di dalam koperasi didasarkan pada kesadaran para anggota, bukan atas dasar ancaman, intimidasi, atau campur tangan pihak-pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan koperasi.
4) Tujuan ideal koperasi adalah untuk kepentingan bersama para anggotanya.
2. Asas koperasi Asas koperasi di Indonesia adalah asas kekeluargaan dan gotong royong. Asas kekeluargaan dalam koperasi mengandung makna adanya kesadaran dari hati nurani setiap anggota koperasi untuk mengerjakan segala sesuatu dalam koperasi oleh semua dan untuk semua. Adapun kegotong royongan dalam koperasi mengandung arti bahwa dalam berkoperasi berkoperasi harus memiliki keinsyafan dan kesadaran , semangat bekerjasama, serta tanggung jawab bersama.

Selasa, 14 Desember 2010

Simpanan Manasuka Harian

Simpanan Harian atau Rekening Koran merupakan simpanan yang penyetorannya dapat dilakukan sewaktu-waktu (setiap saat) tanpa batasan.

Simpanan Harian merupakan fasilitas kemudahan bagi para penyimpan, setoran dapat dilakukan oleh siapa saja.

Besar setoran awal adalah Rp 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) dan penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu.

Tabungan Koperasi (TAKOP)
TAKOP merupakan tanda bahwa penabung telah berpartisipasi aktif terhadap program pemerintah didalam kehidupan berkoperasi.

TAKOP sebagai wahana pemupukan modal usaha dari yang kecil hingga yang besar.
TAKOP sebagai sarana untuk mendidik putra-putri anda agar gemar menabung dan hidup hemat.

Simpanan Manasuka Berjangka
Simpanan Berjangka merupakan simpanan dari anggota, calon anggota, masyarakat umum dengan sistem pambayaran atau penarikannya hanya dilakukan dalam kurun/jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan Kospin JASA. Pada dasarnya Simpanan ini tidak dapat dicairkan sebelum jatuh temponya.
Empat pilihan jangka waktu...
Simpanan ini pada umumnya yang berlaku di Kospin JASA mempunyai empat pilihan jangka waktu, yaitu 1 , 3 , 6 dan 12 bulan.
Pencairan dana simpanan dapat dilakukan setelah jatuh tempo.

KOPERASI SIMPAN PINJAM

KOPERASI SIMPAN PINJAM
Baru berdiri, sudah mampu berlari. Itulah gambaran Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Dana Nusantara, yang dipimpin Boing Sudrajat. Dibentuk pada 27 Mei 2009, KSP Dana Nusantara sudah mampu menghimpun dana pihak ketiga hingga tembus angka Rp 52 miliar. Ini memang bukan KSP “biasa”. Kecuali bentuknya koperasi yang dilengkapi badan hukum, dalam banyak hal, KSP Dana Nusantara memiliki perbedaan menyolok de ngan KSP yang dikenal selama ini.
Layaknya sebuah bank mo dern, pengelolaan KSP yang berkantor di Plaza Great River Indonesia, Ground Floor, kawasan bis -
nis Kuningan, Jakarta ini, sejak awal sudah didukung sistem online. Bahkan, siapapun bisa menjadi anggota, hanya dengan meng akses website www.koppsp.com. Fasilitas ATM juga tersedia, untuk anggota yang memiliki coop card. Belum lagi fasilitas mesin EDC mobile payment, yang dapat disewa anggota untuk membantu usaha mereka.

Dengan segala kelebihannya, KSP Dana Nusantara benar-benar telah melesat tinggi, meninggalkan citra “manajemen warungan” yang selama ini masih banyak disematkan pada koperasi. Eloknya, KSP dana Nusantara siap menjalin kerja sama dengan KSP-KSP lain di Indonesia, dengan memanfaatkan ja -
ringan online yang telah tersedia. Jika ini terjadi, gerakan KSP di tanah air, niscaya bakal melakukan lompatan besar, bersaing secara diametral dengan perbankan.

Boing Sudrajat, adalah salah sa tu tokoh yang membidani lahirnya KSP Dana Nusantara, yang kemudian didaulat untuk sekaligus memimpin kepengurusannya. Bagaimana persisnya sepak terjang KSP Dana Nusantara? Berikut penuturannya saat berwawancara de ngan Irsyad Muchtar dari PIP.

KSP Dana Nusantara lahir de ngan sosok seperti lembaga keuangan mo -
dern. Apa yang menjadi dasar pemi kiran pembentukannya?

Salah satu persoalan krusial yang masih banyak menghinggapi koperasi Indonesia, adalah soal ke percayaan masyarakat. Terlebih koperasi yang bergerak di jasa ke uangan, keperca yaan adalah faktor kunci. Memang, ada sejumlah kope rasi simpan pinjam yang berkembang dengan baik. Tapi pada umumnya mentok pada tingkat tertentu, yang levelnya masih jauh di bawah bank. Dengan KSP Dana Nusantara, kita berusaha untuk mendobrak ma¬salah ini.

Jumat, 16 April 2010

Napi ditebas kepalanya nyaris putus

Dominggus Lere Dawa (35), nara pidana (Napi) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kabupaten Sumba Barat (Sumbar), tewas dibunuh di Pasar Inpres Waikabubak, Ibu kota Kabupaten Sumba Barat, Jumat (16/4/2010), sekitar pukul 15.30 Wita.

Napi asal Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, ini dibunuh Lukas Loto Mbata (40), di depan Toko Sinar Lombok Waikabubak, atau samping bangunan pos jaga yang sehari-hari menjadi mangkal para pedagang ayam dan anjing.

Lere Dawa ditebas dari belakang hingga leher bagian belakang nyaris putus dan hanya menyisakan kulit saja. Diduga motif pembunuhan karena dendam lama. Lere Dawa dibunuh saat ia berjalan menuju pasar hendak menunggu bus menuju Lapas.

Sejak pagi hari sampai siang, Lere Dawa bersama sejumlah temannya membersihkan rumput di halaman kantor Bapedalda Sumba Barat atas permintaan instansi itu. Namun, usai membersihkan rumput Lere Dawa berpisah dengan teman-temanya.

Diduga saat itu Lere Dawa hendak pesiar di Pasar Inpres sebelum menumpang bus menuju Lapas. Sesampai di Pasar Inpres itulah korban dibunuh oleh Lukas Mbata yang diduga kuat telah mengintainya selama ini.

Sementara itu, Lukas Mbata langsung menyerahkan diri ke Pos Polisi yang berada di Pasar Inpres Waikabubak. Selanjutnya petugas polisi menyerahkan ke Polres Sumba Barat guna diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku beserta sebilah parang penuh darah. Pantauan Pos Kupang di Polres Sumba Barat, pelaku pembunuhan masih menjalani pemeriksaan intensif.

Kepala Lapas Sumba Barat, Heru Sutiyono, yang dikonfirmasi Pos Kupang di kantornya di Lapas, membenarkan korban yang tewas dibunuh di Pasar Inpres Waikabubak adalah napi Lapas tersebut.

Dia menjelaskan, Lere Dawa adalah napi dalam kasus pembunuhan dengan masa tahanan enam tahun lebih. Lere Dawa sudah menjalani masa hukuman tiga tahun lebih. Sesuai prosedur yang berlaku di Lapas terhadap tahanan yang sudah menjalani hukuman lebih dari setengah masa hukuman dan berdasarkan penilaian yang bersangkutan baik, rajin, taat, patuh dan tidak mendapat keberatan warga, maka tahanan tersebut dapat menjalani program asimilasi.

Meski demikian, kata Heru, tidak berarti setiap hari tahanan keluar lapas. Hal itu sangat tergantung kebutuhan program lapas. "Kebetulan hari ini korban bersama beberapa teman membersihkan rumput di Kantor Bapedalda Sumba Barat atas permintaan kantor itu. Korban bersama temannya berangkat dari Lapas pukul 08.00 Wita, dan sesuai jadwal kembali ke Lapas pukul 16.00 Wita. Sesuai informasi yang diperoleh pembersihan di kantor Bapedalda selesai pukul 13.00 Wita. Dan, pihaknya juga baru mengetahui kejadian itu sesaat setelah mendapat khabar korban dibunuh di Pasar Inpres Waikabubak sekitar pukul 15.30 wita," katanya.

Setelah mendapat kabar itu, jelas Heru, pihaknya mengecek ternyata benar korban adalah napi Lapas Sumba Barat. Menindaklanjuti kejadian itu, demikian Heru, pihaknya telah mendatangi Rumah Sakit (RS) Lende Moripa untuk memastikan keberadaan jasat korban dan telah mengutus staf mendatangi keluarga korban guna menyampaikan keadaan sebenarnya.

Disaksikan Pos Kupang, sesaat setelah pembunuhan korban dilarikan ke RS Lende Moripa untuk divisum. Hingga semalam jasat Lere Dawa masih terbaring di kamar jenazah RS Lende Moripa.


Kamis, 08 April 2010


SBY-Boediono Dianggap Gagal Lindungi Kaum Minoritas


Jakarta
- Kongres International Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender dan Intersex Association (ILGA) dibatalkan secara paksa oleh Forum Umat Islam (FUI) Jawa Timur. Tindakan pengrusakan, penyerbuan serta pembubaran kongres ILGA tersebut dianggap sebagai tindakan yang tidak bisa dibiarkan dan harus diberi sanksi hukum karena melanggar demokrasi dan penegakan HAM.

"Kami mengecam kepolisian yang sejak awal menghalang-halangi dengan memberikan izin bagi penyampaian hak berkumpul dan berorganisasi bagi kawan-kawan ILGA Surabaya," kata juru bicara LSM Perempuan Mahardika Vivi Widyawati dalam rilis yang diterima detikcom, Sabtu (26/3/2010).

"Dan akhirnya berlanjut dengan membiarkan hingga penyerbuan, pemukulan dan pembubaran paksa terhadap Gathering ILGA di depan mata pihak kepolisian," imbuh Vivi.

Vivi mengatakan, apa yang dialami oleh peserta kongres ILGA ini merupakan bukti nyata bahwa pemerintah SBY-Boediono, parlemen dan elit-elit politik tidak sanggup memberikan perlindungan terhadap kaum minoritas.

"Kami menyerukan kepada semua organisasi perempuan, pro demokrasi, buruh, tani dan mahasiswa untuk tegas membela demokrasi dan membangun persatuan melawan
musuh-musuh rakyat

HARI BURUH

DEMONSTRASI BURUH

Aksi Satu Mei di Semarang

Buruh dan mahasiswa bergabung melakukan demo menyambut Hari Buruh
Sedunia. Agitasi politik yang perlu diwaspadai.

SEKITAR 1.000 buruh dan 250 mahasiswa menggelar unjuk rasa menyambut
Hari Buruh Sedunia, Senin, 1 Mei lalu. Mereka mengaku dari organisasi
Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) dan Solidaritas Mahasiswa
Indonesia untuk Demokrasi (SMID).

Sembari membentangkan poster "Peringatan Hari Buruh Sedunia", para
demonstran berkumpul di sepanjang Jalan Atmodirono, masih dalam kawasan
kampus Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Di bawah komando Kolap
Yoko, dari SMID Surabaya, pengunjuk rasa berjajar menggunakan tali rafia
dan beriringan menyusuri jalan menuju Simpang Lima, Semarang. Sambil
menenteng poster "Bebaskan Buruh Berorganisasi", demonstran yang terdiri
dari buruh dan mahasiswa itu menyanyikan lagu Halo-halo Bandung, sambil
meneriakkan "hidup demokrasi".

Menurut laporan wartawan Gatra, di perempatan Simpang Lima para
demonstran membagikan poster. Kolap Yoko, di persimpangan itu, menggelar
mimbar bebas. Ia berbicara tentang keberadaan buruh. Petrus Hariyanto,
Sekjen SMID, mengatakan bahwa buruh dan mahasiswa harus bekerja sama
untuk kepentingan demokrasi.

Sementara aksi mimbar bebas berlangsung, seorang polisi lalu lintas
dengan pengeras suara meminta demonstran agar tertib dan pindah ke
lapangan rumput di sebelah. Tapi massa terus bergerak. Sembari berteriak
menuntut kenaikan upah, para pengunjuk rasa melaju ke bunderan air mancur
di hadapannya, yaitu di Jalan Pahlawan, sekitar 50 meter dari kantor
gubernur.

Aparat keamanan pun bersiaga. Sepeda motor polisi mulai melakukan
blokade, menghadang barisan. Kapoltabes Semarang Kolonel (Polisi) H.M.
Adang Rismanto memimpin anak buahnya menghentikan laju demonstran.
Sampai-sampai Adang Rismanto terdorong-dorong oleh massa. Akhirnya,
dengan menggunakan pentungan, polisi mulai beraksi.

Serombongan aparat keamanan berpakaian preman merangsek menyerobot poster
dan spanduk. Tapi massa kelihatan marah dan melawan petugas. Lalu barisan
keamanan menarik beberapa massa demonstran yang berada di barisan
terdepan. Mereka segera dimasukkan ke mobil polisi untuk diamankan.

Massa demonstran pun bubar berlarian ketakutan. Mereka dihalau menuju
kampus Undip. Tak kurang dari 15 demonstran mahasiswa dan buruh yang tak
teridentifikasi mulai diperiksa polisi. Di antaranya, Petrus Hariyanto,
Kolap Yoko, Bimo Petrus, Lukman dari Jakarta. Lalu Sutrisno, seorang
buruh, dan seorang lagi buruh perempuan.

Mereka dipersalahkan mengganggu ketertiban umum, dan masih dalam proses
penyidikan. Kepada Yudi Sutomo dari Gatra, Adang Rismanto menandaskan
bahwa tindakan petugas sudah sesuai dengan prosedur. Terjadinya insiden,
katanya, karena demonstran sudah keterlaluan. "Awalnya kan kami sudah
mengimbau agar mereka membubarkan diri," kata Adang. "Tapi mereka
membangkang dan bahkan petugas dilawan." Para demonstran, yang terdiri
dari mahasiswa dan buruh PT Surya Indah Garmindo, PT Kreasi Plastik
Indotama, PT Queen Ceramic Setiabudi, dan juga PT Murti Plastindo, akan
tetap diproses.

Aksi serupa dilakukan oleh puluhan buruh dari PPBI dan mahasiswa yang
tergabung dalam SMID ke kantor menteri tenaga kerja di Jakarta. Aksi itu
dibubarkan dan beberapa orang ditangkap, termasuk Ditasari, Sekjen PPBI.

Keesokan harinya, sekitar 60 anggota PPBI dan SMID berdelegasi ke Komnas
HAM di Jakarta. Di hadapan Sekjen Komnas HAM Baharuddin Lopa, rombongan
meminta agar temannya yang ditahan sehari sebelumnya di Jakarta dan
Semarang segera dibebaskan. Pada saat yang bersamaan, 26 mahasiswa Undip
yang tergabung dalam Forum Komunikasi Lembaga Kemahasiswaan (FKLK)
menemui E.Susilo, Sekretaris Komisi E Bidang Kesra DPRD Jawa Tengah. Dan
akhirnya seluruh demonstran dibebaskan. Tapi Poltabes Semarang tetap
melanjutkan pengusutan perkara.

Yang menarik, kehadiran FKLK mendapat reaksi dari Senat Mahasiswa (Sema)
Undip. Menurut Nur Hidayat, Ketua Sema Undip, kehadiran rombongan
mahasiswa ke DPRD itu di luar kontrol Senat Mahasiswa Undip. "Kami
tandaskan, FKLK itu secara politis dan ideologis sama sekali tak
mendukung aksi dari SMID dan buruh," katanya. "Kami juga merasa
dilangkahi oleh tindakan FKLK." Dan lebih dari itu, perlu diketahui pula
bahwa SMID di Undip berada di luar struktur.

SMID mengaku berdiri dari hasil kongres di Jakarta, 3 Agustus 1994.
Embrionya bermula dari sekumpulan tokoh aksi solidaritas mahasiswa di
berbagai kota di Indonesia. Mereka mempunyai program politik: progresif,
radikal, demokratis, dan prodemokrasi.

Menurut Sekjen SMID, Petrus Hariyanto, SMID adalah organisasi tingkat
nasional. "Program politik SMID, mewujudkan kebebasan berorganisasi,"
katanya. Termasuk ikut berperan dalam hal kerakyatan. "Kami tak cuma
memperjuangkan kaum buruh, juga mereka yang tertindas," kata Petrus
kepada Gatra. Karena itu pula, untuk menyambut Hari Buruh Sedunia, SMID
bergandeng tangan dengan PPBI menggelar aksi demo memperjuangkan
kepentingan buruh.

PPBI adalah sebuah organisasi serikat buruh yang bebas. Berdiri pada
tanggal 23 Oktober tahun lalu, dan mengaku sebagai hasil kongres luar
biasa para buruh dari Semarang, Solo, Surabaya, Bogor, Jakarta, Bekasi,
dan Medan, di kota sejuk Ambarawa, Jawa Tengah. Organisasi ini katanya
berjuang untuk kepentingan buruh di mana saja. Misalnya memperjuangkan
upah minimum nasional (UMN), yang menurut perhitungan PPBI adalah Rp
7.000 sehari. Lebih besar dari upah minimum (UMR) yang ditentukan
pemerintah.
Tak cuma memperjuangkan soal upah minum, mereka juga menuntut kebebasan
berserikat. Petrus pun tak lupa mengungkapkan keinginannya membuat partai
baru.

Menurut Bomer Pasaribu, Sekjen SPSI, pada hakikatnya yang namanya
demonstrasi itu sah dan patut didukung. Sebab salah satu yang
diperjuangkan SPSI selama ini adalah kebebasan buruh berdemo. Cuma unjuk
rasa dilakukan, katanya, terutama terhadap majikan atau perusahaan yang
bandel dan tak menaati peraturan. Tapi kalau demonstrasi digerakkan oleh
PPBI dengan menggunakan 1 Mei sebagai Hari Buruh Sedunia, katanya, itu
jelas sudah tak benar.

Kenapa? Menurut Bomer, 1 Mei itu Hari Buruh zaman Orde Lama. Dan sudah
diganti dengan Hari Pekerja Nasional, 20 Februari, sejak tahun 1973. "Itu
deklarasi Persatuan Buruh Indonesia yang oleh Pak Harto dikukuhkan
menjadi Keppres Nomor 9 Tahun 1991," kata Bomer. Menurut Bomer, aksi demo
dengan memakai pola komunis dan memiliki sifat agitasi propaganda ala 1
Mei itu menjadikan pekerja sebagai komoditas politik. Dan itu, katanya,
sudah harus ditinggalkan. Kepada Gatra, Menaker Abdul Latif memang sudah
mensinyalir bahwa unjuk rasa itu ditunggangi pihak ketiga

Rabu, 07 April 2010

hari buruh

USUT TUNTAS DUGAAN KORUPSI DI SEKTOR BURUH MIGRAN (TKI)

formatnews - Jakarta (17/12): TIM Pembela Burub Migran Indonesia (TPBMI), gabungan SBMI, Migrant CARE, JALA PRT, PBHI, LBH APIK, PBHI Jakarta, PBH PERADI, KSBSI, FSBI, ICW, Kamis (17/12) mengeluarkan pernyataan sikap sehubungan dengan proses penempatan BMI/TKI keluar negeri yang telah menyumbang banyak manfaat bagi Indonesia.

Selain mengurangi jumlah angka pengangguran yang menurut data BPS mencapai 9 juta pengangguran terbuka dan 40 juta pengangguran terselubung, pemerintah Indonesia juga terbantu dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Menurut data yang diperoleh dari berbagai sumber, pada tahun 2008 pemerintah Indonesia telah menempatkan 748.000 buruh migran di luar negeri atau meningkat 7,5% dari tahun 2007 sebesar 696.746 orang. Pemerintah bahkan menargetkan akan menempatkan 1.000.000 buruh migran setiap tahunnya. Dari proses penempatan buruh migran, di tahun 2008 saja remitansi yang mengalir ke Indonesia mencapai Rp. 100 trilyun atau 8,6 milyard USD (kurs saat itu).

Namun sangat kita sesalkan, demikian pernyataan sikap tersebut, di balik manfaat yang diterima oleh negara, BMI/TKI justru tidak mendapatkan pelayanan dan perlindungan sebagaimana mestinya.

Sebaliknya BMI/TKI dijadikan objek pemerasan oleh para mafia pemeras TKI sejak proses pengiriman sampai kembali lagi ketanah air. Amanat konstitusi “...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia…” (Pembukaan UUD 1945 alinea IV) menjadi terabaikan dengan kentalnya kepentingan “bisnis” dibalik pengiriman/penempatan BMI/TKI.

Menurut laporan hasil kajian Direktorat Monitor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Sistem Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) telah ditemukan banyak sekali dugaan korupsi dalam alur proses penempatan BMI/TKI.

Bisa dibayangkan --menurut laporan tersebut-- besarnya suap rutin yang berasal dari pelayanan pengurusan dokumen CTKI dan suap periodik yang diterima oleh oknum petugas/pejabat BP2TKI, adalah sekitar Rp. 2,55 miliar per bulan atau Rp. 30,60 miliar per tahun dengan rincian perhitungan, dugaan suap untuk pelayanan pengurusan dokumen = 37.231 x Rp.40.000,- = Rp.1.489.240.000,-

Kemudian, dugaan suap periodik = 318 x 5 x (Rp.2.000.000,-/3) = Rp.1.060.000.000,-. Total dugaan suap rutin per bulan Rp.2.549.240.000,- dengan asumsi rata-rata jumlah CTKI yang diberangkatkan per bulan 37.231 orang. Sedangkan suap periodik diasumsikan dilakukan tiap 3 bulan sekali.

Kita juga bisa melihat contoh biaya tidak resmi yang dikenakan atas pelayanan publik semasa penempatan TKI/BMI dengan berbagai jenis pelayanan. Dengan rata-rata jumlah SIP yang diterbitkan sebanyak 1.300 lembar/bulan, berarti rata-rata jumlah pungutan liar dari penerbitan SIP adalah sekitar Rp.100.000.000,- per bulan.

Berdasar pemantauan Tim Help Desk Migrant CARE, juga ditemukan banyak sekali pungutan liar (pungli) untuk jasa portir, ticketing, money changer, cargo, dll. di Terminal Khusus TKI (Gedung Pelayanan Kepulangan TKI).

Sudah bukan rahasia umum kalau sejak dari Terminal Kedatangan (terminal 2) setiap buruh migran akan mengalami pemerasan berkedok kata ”seikhlasnya” dengan jumlah besaran variatif antara Rp.50.000,- - Rp.100.000,- dan tidak jarang dibayar dengan mata uang asing yang kursnya jauh lebih besar. Jika rata-rata TKI/BMI yang pulang melalui Gedung Pelayanan Kepulangan TKI (GPK TKI) setiap harinya 800 orang (data BNP2TKI) dan asumsi bahwa setiap buruh migran mengeluarkan uang sekitar Rp. 50.000,- maka uang yang terkumpul setiap bulannya bisa mencapai Rp 1,2 miliar.

Berdasarkan hal tersebut, Tim Pembela Buruh Migran Indonesia (TPBMI) menyatakan sikap & tuntutan sebagai berikut: 1). Sebagai bagian dari masyarakat sipil anti korupsi kami mendukung dan menagih janji KPK untuk mengusut tuntas dugaan korupsi di sektor buruh migran (Tenaga Kerja Indonesia). 2. Mendesak pemerintah untuk memberantas mafia pemeras TKI/BMI

Jumat, 19 Maret 2010

Imaginasi geografis

Pengetahuan soal terorisme dan aksi-aksi teror dan perang melawan teror yang saya kemukakan itu, tentu saja tidak memuaskan. Olehnya, perlu cara pandang lain. Di antaranya, yang penting adalah mendudukkan soal ini dalam konteks pertumbuhan kapitalisme dan imperialisme mutakhir, sesuatu yang kurang diperhatikan atau bahkan hilang sama sekali dalam percakapan di tanah air.

Ringkasnya, kalau pakai imaginasi geografis dengan metoda historical-geographical materialism, terang kemunculan gerakan anti-AS, terutama aksi-aksi teror, langsung atau tidak langsung berhubungan dengan proyek kapitalisme dan imperialisme dalam 30 tahun terakhir. Ambisi AS mengontrol kekayan minyak di Timur Tengah dan di Asia Tengah, dikombinasikan dengan hasrat menguasai politik global menjadi pemicu lahirnya aksi-aksi teror yang dilakukan aktor non-negara. Aksi-aksi ini semakin menjadi, ketika Perang Dingin bubar, dan semua negara modern secara bertahap tunduk dan ditundukkan di bawah logika kapitalisme.

Pendek kata, bermula dari Timur Tengah. Kita tidak bisa menutup mata, tahun 1991, AS membangun pangkalan militer di Arab Saudi, dalam perang melawan Irak, negeri sekutunya dalam perang Iran (1980 – 1988). Pembangunan ini memicu hadirnya gerakan-gerakan teroris seperti Al-Qaeda, yang menafsir kehadiran itu sebagai penguasaan terhadap dunia Islam. Kemudian, AS menganggap Irak di bawah kediktatoran Sadam Hussein sebagai musuh berbahaya di dunia, termasuk menuding negeri itu memiliki senjata pemusnah massal, karenanya harus dilumpuhkan. Kalau lihat ke belakang, kepemilikan senjata kimia pemusnah berakar dari dukungan AS kepada Irak, ketika berperang dengan Iran. Tercatat, perusahaan-perusahaan AS, di bawah persetujuan Presiden Reegan dan Presiden Bush Tua, mengapalkan bahan-bahan kimia seperti antrax ke Irak pada masa itu. AS sendiri, dalam persidangan PBB saat itu, menggunakan hak veto menolak tuduhan Irak menggunakan senjata kimia. Irak diduga telah menghancurkan potensi senjata kimianya setelah diinspeksi oleh PBB sepanjang 1990an. Oleh karena itu, serangan AS ke negeri itu dengan dalih soal senjata pemusnah massal, tampak berlebihan.

Pendudukan Irak, jadinya tidak lebih dan tidak kurang dari ekspansi kapitalisme neoliberalisme paling barbar, untuk memulai abad 21. Jika di Indonesia, neoliberalisme diperkenalkan sebagai solusi terhadap krisis ekonomi yang bermuara penumbangan rejim diktator Suharto, maka Irak adalah contoh paling telanjang bagaimana neoliberalisme dipaksakan melalui invasi militer ke sebuah negara berdaulat. Sesaat setelah menaklukkan Irak, AS memaksakan swastanisasi perusahaan-perusahaan negara dan membuka pintu lebar bagi investasi asing di negeri itu. Ini bukti, dominasi kekuatan imperialis di wilayah itu untuk merampas kekayaan minyak yang melimpah ruah. Dan, sekali lagi, dominasi ini hanya menyuburkan aksi-aksi teror, bukan saja di Irak, tetapi juga terhadap semua kepentingan dan simbol-simbol AS dan Barat di mana-mana.

Akar yang agak lebih jauh dari aksi-aksi teror di mana sumbangan AS tidak sedikit adalah ketika menghadapi rejim kiri (1980an) dalam musim Perang Dingin. Itu terjadi dalam perang kontra-revolusi Afghanistan, ketika para mujahidin seperti Usama Bin Laden memperoleh training dari militer AS. Seperti Bin Laden, banyak anak muda dari Indonesia dan Asia Tenggara, yang di kemudian hari dituduh terlibat dalam aksi-aksi teror, adalah veteran perang ini.

Di luar konteks global, akar aksi-aksi teror bisa dilacak ke belakang dalam sejarah Orde Baru. Kita sudah melihat, demi sukses pembanguan ekonomi kapitalistik, pemerintahan Suharto memaksakan politik nasional yang tertib tanpa hiruk-pikuk ideologi. Imaginasi untuk menghidupkan kembali kekuatan politik Islam yang pernah kuat di masa politik liberal 1950an, kandas di masa ini. Dikombinasikan dengan sejumlah aksi kekerasan seperti kasus Tanjung Priok, pembajakan pesawat Woyla, Lampung dan ketegangan-ketegangan simbolik seperti RUU Perkawinan, Azas Tunggal dan larangan penggunaan jilbab di sekolah-sekolah umum, bagaimanapun memicu suburnya radikalisme Islam yang melihat Orde Baru sebagai ancaman bagi umat Islam.

Bubarnya Perang Dingin punya implikasi ke politik nasional. AS ingin mendukung rejim politik pro-pasar sekaligus mulai menghembuskan demokratisasi politik dan hak asasi manusia. Militer, yang sebagian kepentingan bisnisnya dipangkas sejak ‘liberalisasi’ ekonomi dekade 1980an menyusul hancurnya harga minyak, menunggang isyu ‘keterbukaan’ politik mulai mengritik Suharto yang menerjunkan anak dan cucunya dalam bisnis. Suharto kemudian memainkan kartu Islam untuk mengeliminasi para pengritiknya itu. Senjata Islam yang sama juga dipakai untuk menghadapi naiknya protes yang meluas di kalangan buruh dan petani, menyusul industrialisasi yang berlangsung progresif. Mengeksploitasi semangat anti-komunis tahun 1960an, Suharto mengkriminalisasi aksi-aksi populis yang sedang naik daun, dengan stempel komunis. Sejumlah tokoh Islam yang dekat ke Suharto, juga ikut menebarkan ketakutan yang sama. Intinya, Suharto bukan saja memanipulasi sentimen umat Islam untuk menonggak regim kapital dan kediktatorannya, tetapi juga menghidupkan politik identitas Islam, yang di kemudian hari tumpah ruah dengan aneka cara setelah kejatuhannya.

Kamis, 11 Maret 2010

Ekonomi Neoliberal Indonesia

Sebenarnya, krisis pokok ekonomi global—yang lebih dahulu diderita oleh negeri-negeri berkembang—adalah: kelimpahan produksi tanpa daya beli masyarakat (excess supply). Dan krisis itu lah justru yang kemudian mematikan sektor riil; bukan sebaliknya, atau bukan kematian sektor riil yang menyebabkan krisis. Lebih jauh lagi, dilihat latar belakang ideologis penyebabnya, krisis tersebut merupakan hasil dari respon cara pandang liberalisme terhadap pasar liberal dunia. Dan lebih detail lagi, biang keladinya adalah metode ekonomi liberal, yakni: 1) balasan nilai yang tidak setara—berupa pendapatan masyarakat—dari pemilik modal terhadap tenaga kerja (produsen barang dan jasa); 2) spekulasi pasar saham; spekulasi perdagangan uang; dan 3) persaingan dengan pemilik modal lain.
Memang benar bahwa skala operasi modal dan “pemanfaatan” buruh-upahan telah semakin meluas dan meningkat dikarenakan akumulasi keuntungan dan persaingan di antara perusahaan, atau mengakibatkan terjadinya sosialisasi modal (dalam bentuk join-stock company) dan sosialisasi tenaga kerja (dalam bentuk saling ketergantungan manfaat tenaga kerja antar cabang produksi). Formasi joint-stock companies tersebut, yang akan meningkatkan skala produksi, menyebabkan perusahaan-perusahaan yang mereka miliki berpotensi semakin bisa disosialisasikan (social enterprises), atau perusahaan-perusahaan tersebut menjadi semakin menguasai hajat hidup orang banyak. Fenomena social enterprises sebenarnya merupakan tanda, bukti, adanya potensi bahwa sosialisasi tenaga produktif dapat diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat—namun tidak demikian, pada kenyataannya. Fenomena joint-stock companies tersebut terbentuk pada paruh kedua abad ke-19.

Ketika kontradiksi antar perusahaan semakin menajam maka persekutuan agung joint-stock company tak lagi menjadi sakral (untuk dilanggar) karena perusahaan-perusahaan tersebut kemudian, mau tak mau, berkecenderungan monopolistik. Setelah itu tumbuh gejala perdagangan finansial, yang mencari keuntungan spekulatif—yang tak meningkatkan nilai produksi barang dan jasa; yang pasti hanya akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa. Itu lah gejala yang disebut sebagai perdagangan/bursa saham (Stock exchange), suatu institusi untuk menambah kekuatan modal keuangan (finance capital)—suatu kekuatan yang bisa dibuat mobil dan fleksibel melewati batas-batas nasional, mendunia, menjauhkankannya dari proses produksi langsung (baca: harga sahamnya bisa meningkat tanpa menambah nilai barang dan jasa), dan memudahkannya terkonsentrasi (pada segelintir orang).

Kehidupan ekonomi dan politik yang didominasi oleh kekuasaan finansial negeri-negeri maju menandai babak baru dalam sejarah dunia, babak sejarah dominasi baru yang, bila dibandingkan dengan tahun-tahun 1871 hingga 1914 (Perang Dunia I), lebih menekan, penuh dengan perubahan-perubahan mendadak, sarat dengan konflik, suatu babak yang, bagi rakyat, akan diakhiri dengan kengerian.

Penguasaan negeri-negeri berkembang dan terbelakang kini dijadikan JALAN KELUAR bagi mereka, dan badan-badan keuangan/perdagangan dunia merupakan perangkatnya. Sekarang penguasaan negeri-negeri berkembang mendapatkan topeng barunya: globalisasi—konsentrasi (baca: penyerakahan) nilai produksi masyarakat oleh perusahaan-perusahaan multinasional dalam bentuk penyatuan modal bank, finansial dan produksi. Jumlah perusahaan multinasional telah meningkat dari 7.000 (pada tahun 1970) menjadi 37.000 (pada tahun 1992). Perusahaan nasional, langsung atau tak langsung, dilekatkan dengan erat—sampai ke tingkat ketergantungan yang tinggi—pada perusahaan-perusahaan asing besar. Bahkan, kekuatan ekonomi perusahaan multinasional lebih besar ketimbang kekuatan ekonomi banyak negara-negara nasional. Contohnya, penjualan mereka telah meningkat dari US$5 trilyun (pada tahun 1980) menjadi US$35 trilyun (pada tahun 1992), dan diharapkan melebihi US$80 trilyun (pada tahun-tahun belakangan ini)—tiga kali lebih besar dari nilai total barang dan jasa yang diproduksi oleh aktivitas ekonomi negara-negara maju. Dan hasil globalisasi tersebut: pengukuhan kekuasaan finansial, yang bukan saja menguasai perusaaan-perusahaan industri, namun juga bank-bank dan perusahaan-perusahaan asuransi, tidak saja di Amerika tapi juga di dunia. Menurut Laporan Investasi Dunia 1993, yang diterbitkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terdapat 37.000 korporasi transnasional, yang memiliki 170.000 anak perusahaan di luar negeri. 90% dari korporasi transnasional itu berkantor pusat di negeri-negeri maju.

Jauh dari apa yang disebut “penyebaran aset”seperti yang digembar-gemborkan dalam konsep teoritikus-teoritikus “globalisasi”dan sekali pun penjualan mereka telah menyeberangi bola bumi, justru korporasi-korporasi transnasional telah memusatkan produksi dan penjualan komoditi mereka di negeri-negeri “induk”. Ini mencerminkan adanya distribusi yang sangat tak setara (uneven), tak adil, dalam hal investasi langsung dan perdagangan global