galeri - tetesan air mata

Rabu, 07 April 2010

hari buruh

USUT TUNTAS DUGAAN KORUPSI DI SEKTOR BURUH MIGRAN (TKI)

formatnews - Jakarta (17/12): TIM Pembela Burub Migran Indonesia (TPBMI), gabungan SBMI, Migrant CARE, JALA PRT, PBHI, LBH APIK, PBHI Jakarta, PBH PERADI, KSBSI, FSBI, ICW, Kamis (17/12) mengeluarkan pernyataan sikap sehubungan dengan proses penempatan BMI/TKI keluar negeri yang telah menyumbang banyak manfaat bagi Indonesia.

Selain mengurangi jumlah angka pengangguran yang menurut data BPS mencapai 9 juta pengangguran terbuka dan 40 juta pengangguran terselubung, pemerintah Indonesia juga terbantu dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Menurut data yang diperoleh dari berbagai sumber, pada tahun 2008 pemerintah Indonesia telah menempatkan 748.000 buruh migran di luar negeri atau meningkat 7,5% dari tahun 2007 sebesar 696.746 orang. Pemerintah bahkan menargetkan akan menempatkan 1.000.000 buruh migran setiap tahunnya. Dari proses penempatan buruh migran, di tahun 2008 saja remitansi yang mengalir ke Indonesia mencapai Rp. 100 trilyun atau 8,6 milyard USD (kurs saat itu).

Namun sangat kita sesalkan, demikian pernyataan sikap tersebut, di balik manfaat yang diterima oleh negara, BMI/TKI justru tidak mendapatkan pelayanan dan perlindungan sebagaimana mestinya.

Sebaliknya BMI/TKI dijadikan objek pemerasan oleh para mafia pemeras TKI sejak proses pengiriman sampai kembali lagi ketanah air. Amanat konstitusi “...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia…” (Pembukaan UUD 1945 alinea IV) menjadi terabaikan dengan kentalnya kepentingan “bisnis” dibalik pengiriman/penempatan BMI/TKI.

Menurut laporan hasil kajian Direktorat Monitor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Sistem Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) telah ditemukan banyak sekali dugaan korupsi dalam alur proses penempatan BMI/TKI.

Bisa dibayangkan --menurut laporan tersebut-- besarnya suap rutin yang berasal dari pelayanan pengurusan dokumen CTKI dan suap periodik yang diterima oleh oknum petugas/pejabat BP2TKI, adalah sekitar Rp. 2,55 miliar per bulan atau Rp. 30,60 miliar per tahun dengan rincian perhitungan, dugaan suap untuk pelayanan pengurusan dokumen = 37.231 x Rp.40.000,- = Rp.1.489.240.000,-

Kemudian, dugaan suap periodik = 318 x 5 x (Rp.2.000.000,-/3) = Rp.1.060.000.000,-. Total dugaan suap rutin per bulan Rp.2.549.240.000,- dengan asumsi rata-rata jumlah CTKI yang diberangkatkan per bulan 37.231 orang. Sedangkan suap periodik diasumsikan dilakukan tiap 3 bulan sekali.

Kita juga bisa melihat contoh biaya tidak resmi yang dikenakan atas pelayanan publik semasa penempatan TKI/BMI dengan berbagai jenis pelayanan. Dengan rata-rata jumlah SIP yang diterbitkan sebanyak 1.300 lembar/bulan, berarti rata-rata jumlah pungutan liar dari penerbitan SIP adalah sekitar Rp.100.000.000,- per bulan.

Berdasar pemantauan Tim Help Desk Migrant CARE, juga ditemukan banyak sekali pungutan liar (pungli) untuk jasa portir, ticketing, money changer, cargo, dll. di Terminal Khusus TKI (Gedung Pelayanan Kepulangan TKI).

Sudah bukan rahasia umum kalau sejak dari Terminal Kedatangan (terminal 2) setiap buruh migran akan mengalami pemerasan berkedok kata ”seikhlasnya” dengan jumlah besaran variatif antara Rp.50.000,- - Rp.100.000,- dan tidak jarang dibayar dengan mata uang asing yang kursnya jauh lebih besar. Jika rata-rata TKI/BMI yang pulang melalui Gedung Pelayanan Kepulangan TKI (GPK TKI) setiap harinya 800 orang (data BNP2TKI) dan asumsi bahwa setiap buruh migran mengeluarkan uang sekitar Rp. 50.000,- maka uang yang terkumpul setiap bulannya bisa mencapai Rp 1,2 miliar.

Berdasarkan hal tersebut, Tim Pembela Buruh Migran Indonesia (TPBMI) menyatakan sikap & tuntutan sebagai berikut: 1). Sebagai bagian dari masyarakat sipil anti korupsi kami mendukung dan menagih janji KPK untuk mengusut tuntas dugaan korupsi di sektor buruh migran (Tenaga Kerja Indonesia). 2. Mendesak pemerintah untuk memberantas mafia pemeras TKI/BMI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar