galeri - tetesan air mata

Kamis, 08 April 2010

HARI BURUH

DEMONSTRASI BURUH

Aksi Satu Mei di Semarang

Buruh dan mahasiswa bergabung melakukan demo menyambut Hari Buruh
Sedunia. Agitasi politik yang perlu diwaspadai.

SEKITAR 1.000 buruh dan 250 mahasiswa menggelar unjuk rasa menyambut
Hari Buruh Sedunia, Senin, 1 Mei lalu. Mereka mengaku dari organisasi
Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) dan Solidaritas Mahasiswa
Indonesia untuk Demokrasi (SMID).

Sembari membentangkan poster "Peringatan Hari Buruh Sedunia", para
demonstran berkumpul di sepanjang Jalan Atmodirono, masih dalam kawasan
kampus Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Di bawah komando Kolap
Yoko, dari SMID Surabaya, pengunjuk rasa berjajar menggunakan tali rafia
dan beriringan menyusuri jalan menuju Simpang Lima, Semarang. Sambil
menenteng poster "Bebaskan Buruh Berorganisasi", demonstran yang terdiri
dari buruh dan mahasiswa itu menyanyikan lagu Halo-halo Bandung, sambil
meneriakkan "hidup demokrasi".

Menurut laporan wartawan Gatra, di perempatan Simpang Lima para
demonstran membagikan poster. Kolap Yoko, di persimpangan itu, menggelar
mimbar bebas. Ia berbicara tentang keberadaan buruh. Petrus Hariyanto,
Sekjen SMID, mengatakan bahwa buruh dan mahasiswa harus bekerja sama
untuk kepentingan demokrasi.

Sementara aksi mimbar bebas berlangsung, seorang polisi lalu lintas
dengan pengeras suara meminta demonstran agar tertib dan pindah ke
lapangan rumput di sebelah. Tapi massa terus bergerak. Sembari berteriak
menuntut kenaikan upah, para pengunjuk rasa melaju ke bunderan air mancur
di hadapannya, yaitu di Jalan Pahlawan, sekitar 50 meter dari kantor
gubernur.

Aparat keamanan pun bersiaga. Sepeda motor polisi mulai melakukan
blokade, menghadang barisan. Kapoltabes Semarang Kolonel (Polisi) H.M.
Adang Rismanto memimpin anak buahnya menghentikan laju demonstran.
Sampai-sampai Adang Rismanto terdorong-dorong oleh massa. Akhirnya,
dengan menggunakan pentungan, polisi mulai beraksi.

Serombongan aparat keamanan berpakaian preman merangsek menyerobot poster
dan spanduk. Tapi massa kelihatan marah dan melawan petugas. Lalu barisan
keamanan menarik beberapa massa demonstran yang berada di barisan
terdepan. Mereka segera dimasukkan ke mobil polisi untuk diamankan.

Massa demonstran pun bubar berlarian ketakutan. Mereka dihalau menuju
kampus Undip. Tak kurang dari 15 demonstran mahasiswa dan buruh yang tak
teridentifikasi mulai diperiksa polisi. Di antaranya, Petrus Hariyanto,
Kolap Yoko, Bimo Petrus, Lukman dari Jakarta. Lalu Sutrisno, seorang
buruh, dan seorang lagi buruh perempuan.

Mereka dipersalahkan mengganggu ketertiban umum, dan masih dalam proses
penyidikan. Kepada Yudi Sutomo dari Gatra, Adang Rismanto menandaskan
bahwa tindakan petugas sudah sesuai dengan prosedur. Terjadinya insiden,
katanya, karena demonstran sudah keterlaluan. "Awalnya kan kami sudah
mengimbau agar mereka membubarkan diri," kata Adang. "Tapi mereka
membangkang dan bahkan petugas dilawan." Para demonstran, yang terdiri
dari mahasiswa dan buruh PT Surya Indah Garmindo, PT Kreasi Plastik
Indotama, PT Queen Ceramic Setiabudi, dan juga PT Murti Plastindo, akan
tetap diproses.

Aksi serupa dilakukan oleh puluhan buruh dari PPBI dan mahasiswa yang
tergabung dalam SMID ke kantor menteri tenaga kerja di Jakarta. Aksi itu
dibubarkan dan beberapa orang ditangkap, termasuk Ditasari, Sekjen PPBI.

Keesokan harinya, sekitar 60 anggota PPBI dan SMID berdelegasi ke Komnas
HAM di Jakarta. Di hadapan Sekjen Komnas HAM Baharuddin Lopa, rombongan
meminta agar temannya yang ditahan sehari sebelumnya di Jakarta dan
Semarang segera dibebaskan. Pada saat yang bersamaan, 26 mahasiswa Undip
yang tergabung dalam Forum Komunikasi Lembaga Kemahasiswaan (FKLK)
menemui E.Susilo, Sekretaris Komisi E Bidang Kesra DPRD Jawa Tengah. Dan
akhirnya seluruh demonstran dibebaskan. Tapi Poltabes Semarang tetap
melanjutkan pengusutan perkara.

Yang menarik, kehadiran FKLK mendapat reaksi dari Senat Mahasiswa (Sema)
Undip. Menurut Nur Hidayat, Ketua Sema Undip, kehadiran rombongan
mahasiswa ke DPRD itu di luar kontrol Senat Mahasiswa Undip. "Kami
tandaskan, FKLK itu secara politis dan ideologis sama sekali tak
mendukung aksi dari SMID dan buruh," katanya. "Kami juga merasa
dilangkahi oleh tindakan FKLK." Dan lebih dari itu, perlu diketahui pula
bahwa SMID di Undip berada di luar struktur.

SMID mengaku berdiri dari hasil kongres di Jakarta, 3 Agustus 1994.
Embrionya bermula dari sekumpulan tokoh aksi solidaritas mahasiswa di
berbagai kota di Indonesia. Mereka mempunyai program politik: progresif,
radikal, demokratis, dan prodemokrasi.

Menurut Sekjen SMID, Petrus Hariyanto, SMID adalah organisasi tingkat
nasional. "Program politik SMID, mewujudkan kebebasan berorganisasi,"
katanya. Termasuk ikut berperan dalam hal kerakyatan. "Kami tak cuma
memperjuangkan kaum buruh, juga mereka yang tertindas," kata Petrus
kepada Gatra. Karena itu pula, untuk menyambut Hari Buruh Sedunia, SMID
bergandeng tangan dengan PPBI menggelar aksi demo memperjuangkan
kepentingan buruh.

PPBI adalah sebuah organisasi serikat buruh yang bebas. Berdiri pada
tanggal 23 Oktober tahun lalu, dan mengaku sebagai hasil kongres luar
biasa para buruh dari Semarang, Solo, Surabaya, Bogor, Jakarta, Bekasi,
dan Medan, di kota sejuk Ambarawa, Jawa Tengah. Organisasi ini katanya
berjuang untuk kepentingan buruh di mana saja. Misalnya memperjuangkan
upah minimum nasional (UMN), yang menurut perhitungan PPBI adalah Rp
7.000 sehari. Lebih besar dari upah minimum (UMR) yang ditentukan
pemerintah.
Tak cuma memperjuangkan soal upah minum, mereka juga menuntut kebebasan
berserikat. Petrus pun tak lupa mengungkapkan keinginannya membuat partai
baru.

Menurut Bomer Pasaribu, Sekjen SPSI, pada hakikatnya yang namanya
demonstrasi itu sah dan patut didukung. Sebab salah satu yang
diperjuangkan SPSI selama ini adalah kebebasan buruh berdemo. Cuma unjuk
rasa dilakukan, katanya, terutama terhadap majikan atau perusahaan yang
bandel dan tak menaati peraturan. Tapi kalau demonstrasi digerakkan oleh
PPBI dengan menggunakan 1 Mei sebagai Hari Buruh Sedunia, katanya, itu
jelas sudah tak benar.

Kenapa? Menurut Bomer, 1 Mei itu Hari Buruh zaman Orde Lama. Dan sudah
diganti dengan Hari Pekerja Nasional, 20 Februari, sejak tahun 1973. "Itu
deklarasi Persatuan Buruh Indonesia yang oleh Pak Harto dikukuhkan
menjadi Keppres Nomor 9 Tahun 1991," kata Bomer. Menurut Bomer, aksi demo
dengan memakai pola komunis dan memiliki sifat agitasi propaganda ala 1
Mei itu menjadikan pekerja sebagai komoditas politik. Dan itu, katanya,
sudah harus ditinggalkan. Kepada Gatra, Menaker Abdul Latif memang sudah
mensinyalir bahwa unjuk rasa itu ditunggangi pihak ketiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar